Senin, 23 Maret 2009

Konsep Produksi Dalam Ekonomi Islam


Pertanyaan mendasar yang dapat diajukan dalam kesempatan kali ini adalah sebuah pertanyaan yang dapat merangkum pemahaman kita tentang konsep produksi secara komprehensif yang kesemuanya diacukan dalam paradigma berfikir yang dilandasi oleh nilai-nilai yang bersifat normatif dengan al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pijakan utama. Pertanyaan tersebut berupa ; apa yang dimaksud dengan produksi? Mengapa harus ada produksi? Bagaimana cara berp[roduksi dan apa yang menjadi tujuan produksi?.
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji mendefinisikan produksi dengan “mewujudkan atau mengadakan sesuatu” atau “pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas. Dalam hadist disebutkan bahwa Nabi SAW telah membuat cincin (HR. Bukhari). Beliau juga pernah membuat mimbar. Dari Sahal berkata: Rasulullah SAW telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau):’Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku sehingga aku bisa duduk di atasnya. Pada masa itu juga orang orang biasa memprodusi barang, dan beliau pun mendiamkan aktifitas mereka. Sehingga diamnya beliau menunjukkan adanya pengakuan (taqrir) beliau terhadap aktifitas berproduksi mereka.
Jika kita cermati saat ini pemahaman konsep produksi lebih banyak bersifat materialis dan diarahkan pada pencapaian sesuatu yang hanya diukur oleh nilai-nilai yang terkadang menjadikan kita mengalami ketergantungan untuk mengejar material-material yang dihasilkan dari produksi tersebut. Dalam tataran mikro dapat kita lihat banyak keluarga yang mengisi aktifitas kesehariannya dengan dengan pengadaan barang-barang material dan mengabaikan nilai spiritualitas. Dalam tataran makro misalnya kita ambil negara Jepang dimana tingkat produksinya telah sangat tinggi akan tetapi disisi lain Jepang mengalami krisdis nilai spiritualitas sehingga meningkatnya tingkat stres yang melanda penduduk yang pada akhirnya ikut mendorong tingkat bunuh diri yang terjadi.
Dalam Islam wilayah produksi tidaklah sesempit seperti apa yang dipegang oleh kalangan konvensional yang hanya sekedar mengejar orientasi jangka pendek dengan materi sebagai acuannya dan memberikan peniadaan pada aspek produksi yang mempunyai orientasi jangka panjang. Sebagai contoh konsep memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya yang pada dasarnya tidak melihat realita ekonomi yang prakteknya berdasarkan pada kecukupan akan kebutuhan dan market imperfection.
Adapun aspek produksi yang berorientasi pada jangka panjang adalah sebuah paradigma berfikir yang didasarkan pada ajaran Islam yang melihat bahwa proses produksi dapat menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya pencapaian aspek yang bersifat materi-keduniaan tetapi sampai menembus batas cakrawala yang bersifat ruhani-keakheratan.

Kesalehan Dan Produksi
Dr. Monzer Kahf dalam bukunya yang berjudul The Islamic Economy Analytical of The Functioning of The Islamic Economic System menyebutkan bahwa tingkat kesalehan seseorang mempunyai korelasi positif terhadap tingkat produksi yang dilakukannya. Semakin saleh seseorang semakin tinggi nilai produktifitasnya, begitu pula sebaliknya.
Selama ini terbangun kesan bahwa kesalehan merupakan hambatan bagi proses produksi. Orang saleh digambarkan sebagai ossok yang malas yang waktunya hanya dihabiskan untuk beribadah dan jarang menghiraukan aktifitas ekonomi. Pola pikir negatif ini perlu diluruskan. Pelurusan pemikiran tersebut akan membawa hasil jika diacukan pada nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam, baik yang termaktub dalam al_Qur’an dan as-Sunnah.

Sumber : Kuliah Informal Pemikiran Ekonomi Islam dalam milis FoSSEI

0 komentar:

 

Goresan Biasa Copyright © 2008 Black Brown Art Template designed by Ipiet's Blogger Template