Miss Ika cantik, keep
smile. Tulis Fatur dalam selembar kertas, yang dibaca nyaring oleh Shava.
Dan didengar oleh yang lain, sehingga mereka semua tersenyum. “kamu juga
tampan” sahut pujiku kepada mereka.
“syukur, untung miss tak katakan kami cantik, kalau
cantik kan cewe, hehehe”.
Dasar anak-anak, adakalanya mereka sangat menyenangkan,
namun disisi lain juga menyebalkan. “Namun, mereka polos. Apa adanya kalau
bicara dan menilai” kata Alma Sofia saat bercerita kebingungan memilih baju
untuk dipakainya. Dan kehidupan anak-anak itu sungguh menyenangkan. Andai
kehidupan anak-anak itu bisa terulang lagi. Bagaimana ya rasanya. Aku berharap
semoga saja tidak. Sebab, pernah aku menjumpai orang dewasa namun tingkah
lakunya seperti anak-anak, tak mau dewasa, aih na’udzubillah. Dan pernah juga aku menemui seseorang yang wajahnya
masih anak-anak, tapi tingkahnya sudah dewasa dan umurnya pun juga dewasa, babyface.
Di waktu yang lain, menjelang siang di hari sabtu itu aku
ngobrol dengan seorang pengajar PAUD, dan menanyakan asal tempat tinggal beliau
yang saat itu aku berada di Martapura untuk suatu urusan. “Dari Martapura sini
aja” sabut ibu yang diperkirakan berumur 46 tahun.
Tentang PAUD, aku teringat Awi, seorang anak tetangga
yang sekarang duduk di kelas 2 MI. Awi, tak bisa membaca. Saking parahnya,
hurup al phabet saja ia kurang hapal,
dan mengingatnya. Padahal Awi sebelum masuk MI, sudah dimasukkan oleh orang
tuanya ke PAUD. Sebelum masuk SD atau MI, pemerintah mencanangkan supaya
anak-anak didik sudah bersekolah di PAUD atau TK, agar kedepannya kelas satu SD
atau MI sudah bisa baca maupun tulis. Namun, pada realnya ada beberapa murid yang belum atau kurang bisa baca,
walaupun sudah bersekolah di PAUD. Andai semua guru Indonesia sekarang seperti
Omar Bakrie, boleh jadi semua anak didiknya cerdas-cerdas dan Indonesia akan
menjadi negara maju dan semakin sejahtera. Karena Omar Bakrie berorintasi untuk
mencerdaskan anak bangsa bukan sekadar mencari uang atau karier.
“apa kendalanya bu mengajar di PAUD?” tanyaku sambil
bersantai memandangi rintikan hujan, yang kala itu hujan turun cukup deras.
“menyenangkan, rame” sahut si ibu
“iya bu, hehe. Jadi, kendalanya apa bu? tanyaku kembali
Si ibu terdiam, tak menjawab. Bisa jadi si ibu belum tau
apa arti kendala, sehingga beliau salah jawab dan terdiam. Atau bahkan ada top secret di sekolah sehingga tidak
bisa di ceritakan.
“kalau lulus PAUD, apakah setiap murid di jamin untuk
bisa membaca bu”
“aku tidak berani menjamin, ding. Namun, biasanya kalau siswa sudah lulus dari sekolahan kami,
minimal sudah mengetahui hurup al phabet,
dan bisa melapalkannya” jawab si ibu. Lain
pengajar lain pula metodenya dan niatnya, hehe. Sahutku dalam hati. Semoga
saja guru-guru yang ada indonesia berpikiran bahwa mengajar bukan untuk
mengejar materi tapi untuk membangun peradaban.
at Dawn, 1st january 2014