Selasa, 30 Agustus 2016

Jene


“Tuhan ciptakan kaki untuk berjalan Jene, bukan untukmengambil tas” komentarku saat Jene mengambil tas dengan kakinya.
“mba kan muslim, sedangkan saya kristen” jawab balik Jene
“memangnya dalam agama kristen, diajarkan ya ngambil taspake kaki?”
Jene pun tersenyum, namun dia tidak berkomentar lagi. 

Jene (dibaca Jen) adalah a big girl. Ibunya berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Sedangkan ayahnyaCina tiongha. Namun, Jene secara biologis lebih mengarah kepada ibunya. Yangmirip dengan papanya hanyalah matanya Jene, slinteyes. dan kalau tersenyum atautertawa matanya hanya terlihat 5 watt. 

Itullah awal perkenalanku dengan Jene, seorang anakpemilik pabrik karet. Pernah suatu hari aku bermimpi Jene dengan papa-nya. PapaJene memunggutkan kepalanya seperti orang Jepang yang mengatakan “arigato Guzaimasu!”padahal dalam kehidupan realnya, aku hanya beberapa kali bertemu. 

Apa yang membuatku tertarik dengan anak ini. 

Suatu hari, iseng-iseng, aku pernah ngobrol dengan Jene tentangkegiatan hariannya.
“Hari ini bangun jam berapa Jene?
“pagi, mbak” jawabnya
“kalo cici?”
cici sebutan kakak perempuan bagi orang Cina
“cici bangun saat saya sarapan”
“mama sibuk banget, jadi ketika bangun tadi pagi, melihatmama masih tidur, saya terkejut, tumben mama oversleep. Mau ngapain saya, bingung, ya.. sudah saya kabur saja ketetangga sebelah, hehe” lanjut Jene menuntaskan ceritanya.
Karena sering berimajinasi, tak tahan, aku pun terkekeh. Cerita Jene mengingatkanku kepada seorangteman, saat siraturrahmi ke rumahnyapagi-pagi di hari minggu. Pagi itu, rumahnya sudah rapi, pakaian yang baru sajaselesai di cuci sudah di jemuran, sudah memandikan Fadhil, anak sematawayangnya. Lain lagi urusan-urusan kerumahtanggaan yang lainnya. Aku salut, dantemanku ini merupakan wanita yang luar biasa :)

Di lain waktu pertemuan..
“bunganya bagus sekali, mbak”
“makasih, Jene” jawabku
“mbak buat sendiri?”
“iya”
“buat saya satu yaa?”
sudah ku tebak, setiap pujian pasti ada maunya..
“boleh”
“nanti, saya tanam di kebun mbak”
“hah.. jangan atu mah, ini bunga bukan ditanam di kebunJene, tapi di gelas kosong yang letaknya di dalam kamar atau di ruang tamu”jawabku. Ada-ada saja Jene, bunga yang terbuat dari sedotan mau ditanam dikebun.

di lain pertemuan..
“mbak, wajahnya gak ada jerawatnya ya”
“hee, makasih” sahutku
“mbak masih muda, berapa sih umur mbak?”
waduh, dewasa sekali inianak, pake nanya-nanya umur segala
“ada apa, Jene?”
“nggak, cici saya wajahnya berjerawat. Banyak lagi. Memang,dia sudah tua”
“memang cici sekolahnya kelas berapa sih?”
“kelas 3 SLTP” jawab Jene
“mbak, mbak, itu siapa?” tanya Jene menunjuk ke arahHani, my sista
“itu kakak mbak”
“masih muda ya? nggak ada jerawatnya. Cici saya, banyakjerawat, tapi sekarang dah lumayan berkurang. Kayaknya lebih tua cici dibandingkakaknya mbak ya”
“ehmmm.. kenapa, Jene?”
“karena cici punya jerawat”

Sore itu 29 Juli 2013..
Beberapa detik setelah ku salam terakhir mengakhiri sholat ashar, akuterkejut, Jene sudah ada disampingku.
“Assalamu’alaikum mbak” kata Jene sambil mencium tangan kananku.
“wa’alayki” sahutku
“Wa’alaikumsalam, atuh mbak...” Jene menjawabnyaseolah-olah jawaban salamku keliru.
“maaf mbak, langsung masuk kamar mbak. Tadi, kata ma’nyambak, mbaknya sedang sholat, ya sudah langsung masuk saja”
“saya kesini cuman pamitan saja. Saya mau balik. Maafkan Jeneya mbak, kalau saya banyak salah” lanjut jene.
“iya, sama-sama Jene. Oya Jene, jika kau besar, carilahkebenaran ya Jene.” pesanku kepada Jene
“dan ingat, tidak ada kebenaran yang mendua”
Jene pun terdiam. Entahlah, apakahdiam bingung atau diam berpikir. Aku hanya memohonkepada Allah, semoga Jene diberikan hikmah dan hidayah ke islaman dan juga kepadakeluarganya. Amin..





the compilation of my deary on september 2012- 29 july 2013


0 komentar:

 

Goresan Biasa Copyright © 2008 Black Brown Art Template designed by Ipiet's Blogger Template