Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan seorang lelaki yang berwarganegaraan Libyia. Nama lelaki itu adalah Mu’az. Mister Mu’az biasanya saya panggil. Sosok lelaki tinggi dengan kombinasi wajah ke timur tengahan dan afrika, yang menguasai bahasa Arab dan Persia.
“my name is Mu’az” katanya memperkenalkan diri
“maa ma’na, sir?” tanya saya pada saat itu sambil tersenyum
“heheeee, i don’t know what mean my name”
Rupanya perkenalan itu adalah awal dari beberapa cerita tentang kondisi negaranya. Libyia, salah satu negara kaya akan minyak bumi dan gas alam merupakan negara yang menjadi incaran dari negara adikuasa dan sekutunya. Mu’az mengatakan bahwa dirinya bersama terman-temannya ikut berperang melawan tentara Amerika Serikat dan Nato, pada saat penyerang terjadi di negaranya.
Menurut Mu’az, presiden Muammar Gaddafi adalah presiden yang sangat baik, sangat baik terhadap rakyat Libyia, saya mencintainya. Namun, media telah mempublikasikan buruk terhadapnya.
Mu’az juga mengatakan, mengapa Amerika Serikat menyerang Libyia? Sambil memegang mobile, Mu’az menjawab sendiri pertanyaannya, karena pemerintah Libyia tidak membeli satelit ke pemerintahan Amerika. “Libyia membeli satelit ke Australia. Jadi, Amerika marah, terutama terhadap Muammar Gaddafi” kata Mu’az.
0 komentar:
Posting Komentar