Senin, 15 Oktober 2012

Cicit



Ku teringat masa kecilku, saat duduk di kelas 5 SD atau di kelas 3 MI (karena ketika itu aku double sekolah, paginya SD, siangnya Madrasah Ibtidaiyah, dan sorenya belajar Al Quran), aku memiliki seekor anak ayam. Anak ayam tersebut ku beri nama Cicit. Kemana-mana cicit selalu ku bawa dimanapun aku berada, kecuali aku sekolah. Beberapa bulan pun telah lewat, tubuh cicit semakin membesar, dapat dikatakan bahwa cicit proses pendewasaan. Dan cicit telah menampakkan dirinya sebagai ayam jantan kombinasi kampung dan bangkok. Cicit menurutku adalah ayam yang menyenangkan, hehe..


Hari itu cicit ku panggil untuk diberi makan, namun tidak ada respon dari cicit, dan sampai sorenya cicit tak kunjung pulang. Aku resah dan gelisah, aku berdoa semoga cicit dalam keadaan baik-baik saja. Tapi aku merasa aneh, air di dalam drum untuk membersihkan tempat makan para ayam menjadi keruh warnanya. Karena letak drum yang tinggi, yang tak dapat terjangkau oleh ku maka kecurigaan itu tidak ku gubris.

Shubuh besoknya, kakak laki-laki ku secara iseng naik rumah dengan cara memanjat kamar mandi yang berdekatan dengan drum itu. Dia terkejut melihat di dalam drum ada seekor ayam yang tenggelam. Dan memanggil-manggil orang rumah, bahwa ada ayam yang tenggelam.

Hati ku luluh, perasaanku mengatakan bahwa ayam yang tenggelam itu adalah cicit, ayam kesayanganku. Dan hal itu memang benar. Aku pun menangis. Cicit has dead, kataku. Dia bukan rezekiku, hiks hiks.. Dari situlah, setiap ayam yang ku pelihara namanya selalu cicit. Selain itu, ternyata Allah telah menjaga ku dari sesuatu perbuatan yang samar-samar (subhat) yang lebih mendekati dari perbuatan haram karena cicit merupakan anak ayam temuan (al mawat) yang kudapat saat hujan turun, dan cicit adalah anak ayam yang terpisah dari induk ayam milik entah dari siapa..

Pembaca budiman, mohon dirahasiakan ya cerita ini, :)











0 komentar:

 

Goresan Biasa Copyright © 2008 Black Brown Art Template designed by Ipiet's Blogger Template