Hari panas terik. Kacamata hitam tak kubuka ketika menulis pada bon “1
gelas pure water” dengan penuh kelegaan setelah kupesan minuman itu dalam hawa
gersang ini. Diangkasa sedang melintas sebuah pesawat terbang yang bernama
Constellation kepunyaan BOAC berbolak-balik. Bunyinya berat menggetarkan udara
yang sejuk di bawah atap “airport”, restoran lapangan terbang, tempat aku
duduk.
Dengan penuh kenikmatan, aku bersandar ke kursi memandang landasan yang
putih, menyilaukan mata ketika terkena sinar matahari. Membuatku setengah
ngantuk. Sedangkan pelayan-pelayan restoran itu tetap gesit berjalan kian
kemari untuk melayani tamu-tamunya dari berbagai bangsa.
Di belakangku terdengar suara lelaki berkata, “sebentar lagi announcer
akan memanggil. Nah Tina, selamat tinggal. Jangan lupa hari jum’at ya,
dua minggu lagi, kau jemput aku di sini.” Kemudian aku dengar suara anak kecil,
“ayah, ayah! Ayah mau pelgi?”
“ya Nina, ayah pergi. Nina jangan cengeng ya, nanti ayah bawakan boneka
untuk Nina.”
“boneka ayah? Boneka yang bisa tidul?”
“ya, boneka yang bisa tidur, bisa membuka dan menutup mata. Juga
bisa menangis”
Kemudian suara wanita, “lekaslah kembali, Dik. Kalau bisa sebelum dua
minggu itu.”
“kuusahakan Tin, meskipun kansnya sedikit. Persiapan untuk mendirikan
cabang di singapura kurang lancar sampai sekarang. Oleh karena itu, aku tangani
sendiri.”
“ayah, ayah pelgi kemana?” Tanya anak kecil itu lagi. Dan kini aku
melirik kearah suara itu. Lelaki yang bernama “Dik” tengah berdiri sambil
menutup tasnya. Istrinya yang dipanggil dengan nama “Tina” duduk memandang
kepadanya. Nina, seorang gadis kecil sekitar umur tiga tahun mencengkam celana
ayahnya. “pelgi kemana ayah?” tanyanya kembali.
Ayahnyapun selesai menutup tas. Lalu duduk kembali dan memangku Nina
sambil tersenyum.
“ayah mau pergi terbang, Nina!”
“kemana, ayah?”
“Ketempat dewi-dewi yang cantik, Nina”
”dimana itu ayah?”
”di sorga”
”di solga?”
”ya”
”ayah bisa telbang, ayah”
”tidak manis. Ayah naik burung, itu dia menunggu”
”bulung ayah?”
”ya. Itu dia”
”bulung apa itu, ayah?”
”namanya plane, Nina”
”pelin, ayah?”
”ya. Plane”
”besal betul ya ayah, bulungnya?”
”ya, nanti ayah dan orang-orang masuk ke perutnya”
”ayah dimakan oleh bulung itu?” tanya Nina tercengang dan khawatir.
”tiiidak Nina, hehe. Ayah masuk lewat lubang itu di perutnya”
sejurus Nina terdiam, kemudian dia mulai kembali.
’bulungnya kok diam saja, ayah?”
”ya. Sekarang dia masih tidur”
”tidul”
”ya, masih tidur karena dia sangat kelelahan”
”nanti dia bangun?”
”ya. Kalau mau terbang, dia bangun lalu mengaum seperti singa”
Anak kecil itu bertanya terus tak pernah henti. Tetapi tak begitu jelas
kedengaran karena announcer sedang memanggil para penumpang lewat via
lodspeaker. Dengan ucapan dan gaya yang sama, ia mengumumkan pangilan dalam
bahasa Indonesia, Inggris dan Belanda. Kedua suami istri dan anak itu berdiri,
lalu menuju ke tempat duane. Dan aku melihat ke depan lagi. Sudah kutemui satu
gelas pure water yang ku pesan dari tadi diatas meja.