Minggu, 07 September 2008

Komunitas ke penulisan


Mau nulis apaaa?! Jadi bingung. Yang penting nulis. Karena menulis adalah bekerja untuk keabadiaan. Verba valent sripca molant. “eh, dasar aneh, biasanyaVerba Valent Scipta Manent. Kok, kamu ada kue molennya, ka? he” seorang teman mengomentari dengan send message short di via hp.

”hehehe. Saya pengin makan molen”

Menulis itu seperti candu. Kalau dia melihat sesuatu, timbullah dalam diri untuk menuliskannya. Dorongan untuk menulis tersebut sama besarnya dengan dorongan untuk berbicara, mengkomunikasikan pikiran dan menceritakan pengalaman kepada orang lain. Menulis adalah kerja nyata, bukan saja tiore. Bergelutnya antara otak kanan dan kiri yang akhirnya mengeluarkan ide, kesal, marah, ambisi, harapan, semangat yang tertuang dalam tulisan tersebut. Apapun tulisan itu.

Seorang kawan berujar dengan mengatakan ”terasa sangat sulit untuk menulis. Jadi lebih baik untuk tidak menulis” Mungkin hal itu disebabkan karena adanya rasa takut. Takut karena tidak mampu menulis dengan baik dan takut tulisannya tidak diterima oleh publik. Kalau rasa takut itu dibiarkan terus-menerus menghampirinya, maka akan mengubur potensi yang dimiliki oleh setiap orang yang menulis.

Bobby de porter dan mike hernacki dalam bukunya yang berjudul quantum learning mengatakan, menulis itu adalah aktifitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosi) dan belahan otak kiri (logika). Dan otak kanan lebih dominan keterlibatannya pada awal menulis, yang memunculkan gagasan-gagasan baru, gairah dan emosi.

Sabtu (3o/8/o8) komunitas itu mengadakan pertemuan kembali setelah lama tak mengadakannya. Komunitas kejurnalistikan IAIN Antasari Banjarmasin. Khawatir. Itulah perasaan yang menjelma pada saat itu. Namun, saya tetap berusaha untuk tetap tenang. Para anggotanyapun alhamdulillah dapat dikatakan lengkap, meski yang hadir banyak kaum hawa. Bahkan beberapa tamu dari LPM sukma juga hadir. Hingga tempat duduk yang biasa kami gunakan kurang penuh menjadi penuh. Sebelum agenda dimulai, seperti biasa komunitas ini melakukan tilawah dan taujih. Dan itu adalah agenda wajib bagi komunitas ini setiap kali dalam pertemuan rutinnya.

Agenda berikutnya berlanjut. Seorang ukhtipun memulai pembicaraan dengan mengatakan ”bagaimana selanjutnya komunitas kita ini, lebih baik bubarkan saja!!”

”jangan. Jangan. Ana tidak sepakat” kata ukhti yang lain menimpali

Rame juga perdebatan itu. Tapi entah mengapa, waktu itu saya hanya terdiam. Dan teringat Innallaha laa yughayyiru maa bi qaumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim, `Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka`. Toh, nasib komunitas ini tergantung kepada mereka. Sekekali, rasa individualis itu muncul. Namun, Alhamdulillah. Akhirnya dapat ditampik juga.

Perdebatan semakin memanas. Ketika ukhti N mengeluarkan gemelut yang ada di dalam benaknya. Terutama masalah kerumah tanggaan, seperti kas, pendapatan, pengeluaran, piutang, utang, dan biaya. Selain itu, teman-teman lain juga menambahkan permasalahan eksternal komunitas, seperti minat baca yang kurang di kalangan mahasiswa itu sendiri. ”Solusinya untuk menjadikan masyarakat kita sadar akan membaca, gimana tuh?” kata Deden dari LPM Sukma. Karena Deden merasakan hal yang serupa.

”ada yang berikan masukan? Silahkan!” saya berkata. ”kalau tidak ada. Mungkin ini PR kita, kini dan esok”

Setelah perdebatan itu, sikredpun memberikan tugas kepada teman-teman tentang ke redaksian.

”Yang penting menulis dulu, masalah pemasukan dana insyaAllah ada. Karena rezeki itu datangnya tak disangka-sangka asal kita berusaha” Dan pertemuan itupun berakhir ketika azan zhuhur telah di kumandangkan.

Ngomong2 masalah bubar itu, jadi atau tidak ya? hehehe

1 komentar:

Anonim mengatakan...

blog yang bagus
Teruskan perjuanganmu anak muda
go ahead!

 

Goresan Biasa Copyright © 2008 Black Brown Art Template designed by Ipiet's Blogger Template